Rabu, 10 Desember 2014

Kelainanku: “Bertiga Yuk…”

Suatu hari aku ditugaskan oleh perusahaanku ke Pulau Batam. Seperti biasa, setiap kali aku ditugaskan ke luar kota, aku mengajak isteriku. Tapi kali ini ada yang berbeda, aku mengajak kakakku (Anton) dan isterinya (Sovi) ikut serta. Mereka tinggal di Makassar, kebetulan akan ke Jakarta dan belum pernah ke Batam.

Rencananya, setelah menginap satu malam di Batam, kami akan menyeberang ke Singapore. Namun menjelang keberangkatan, Sovi merubah jadwal keberangkatan. Dia tidak ikut ke Batam tapi langsung ke Singapore, jadi hanya kami bertiga yang ke Batam.

Dengan pertimbangan biaya dan menginap hanya satu malam saja, ditambah lagi ingin mengobrol sebelum tidur, maka kami check in di Hotel Harmoni satu kamar saja untuk kami bertiga (type kamar satu buah tempat tidur berukuran double dan satu tempat tidur ukuran single). Pada saat itu, tidak terbersit sedikit pun bahwa pilihan menginap bertiga dalam satu kamar akan menjadi peristiwa besar dalam kehidupan kami.

Untuk makan malam, kami memilih makanan seafood di pinggir pantai dan berangkat dari hotel dengan taksi. Di dalam taksi kami bertiga duduk di belakang dan istri di tengah. Dalam perjalanan, kami bercanda kadang dengan tema yang “nyerempet-nyerempet” seperti Mie Kocok, Pisang Ambon, Kue Apem, Bakpao, dan lainnya sambil tertawa. Sesekali aku lihat Ani mencubit paha atau tangan kakakku.

Tempat makan seafood itu memang benar-benar di tepi pantai. Taksi tidak dapat berhenti persis di depan warungnya. Untuk mencapai warung tersebut pengunjung harus melalui jembatan dengan ketinggian yang pendek namun cukup panjang karena pasirnya basah. Meskipun kondisinya seperti itu, warung itu dipenuhi dengan pengunjung.

Setelah makan, kami langsung akan kembali ke hotel. Namun saat melalui jembatan, tanpa diduga-duga, hujan turun dengan deras, tanpa didahului dengan gerimis. Meskipun kami sudah berlari-lari kecil, tetap saja kebasahan. Di dalam taksi yang ber-AC kami kedinginan. Setiba di kamar hotel, Ani dengan cepat masuk ke kamar mandi untuk mandi air hangat guna menetralisir kedinginan dan menghindari flu karena kehujanan.

Tinggal aku dan kakakku, Anton, yang kedinginan. Aku minta Ani mandi dengan cepat supaya bisa gantian, tapi Ani menjawab, “Ngga bisa cepat karena akan keramas”.

Tiba-tiba, entah darimana datangnya idea gila, aku berkata: “Wah… gimana nih… aku dan Anton kedinginan. Kita mandi barengan aja ya bertiga?”

Tanpa diduga Ani menyahut, “Hayu…! Siapa takut?”

Aku membuka pakaian hingga bugil, dan minta Anton pun membuka bajunya. Jadi kami berdua masuk ke kamar mandi dengan telanjang bulat.

Di kamar mandi, Ani berdiri sambil memunggungi kami dan menoleh ke belakang. Lalu ia berkata sambil tertawa, “Eh… belum diapa-apain koq udah pada berdiri?”

Di bath tub, Ani berdiri menghadap aku dan Anton di belakangnya. Dalam kondisi seperti ini kami bertiga tertawa terus sambil menyiram badan dengan air hangat dari shower.

Aku yang menderita kelainan, dalam situasi seperti ini seperti api yang disiram bensin. Aku minta Anton menyabuni punggung Ani dan pantatnya. Lalu aku minta Ani berbalik menghadap Anton. Begitu berbalik, Ani mengangkat tangan kirinya meraih kepalaku sedangkan tangan kanannya ke belakang memegang kemaluanku yang sudah sangat tegang. Dalam posisi seperti itu tentu saja buah dada Ani jadi terpampang jelas di depan Anton. Kegilaanku semakin naik! Aku minta Anton menyabuni buah dada Ani. Tidak percaya dengan permintaanku, Anton mengulangi lagi: “Adrian, bener nih aku boleh menyabuni dada Ani?”

“Iya, sabunin saja,” jawabku dengan jantung berdebar-debar. Sementara Ani terus tertawa sendiri seakan-akan untuk menutupi perasaan risih.

Begitu dada kiri Ani dipegang Anton, tertawa Ani langsung hilang dan berganti dengan suara: “Aahhhh…” Demikian pula ketika tangan Anton memegang dada kanannya, Ani bersuara lagi: “Aahhhhh….”

Mendengar suara Ani, kegilaanku semakin meninggi. Tangan Ani yang sedang memegang batangku, aku pindahkan ke kemaluan Anton dan Ani bersuara lagi: “Mmmmm……”

Karena Anton batangnya dipegang, maka ia membalas dengan memegang kemaluan Ani yang langsung mendesah, “Ssssshhhh…. Geliii….”

Dalam keadaan gila, aku seakan-akan sedang menjadi sutradara. “Yuk mandinya cepetan, kita terusin di kamar,” kataku.

Selesai mandi Ani minta kakakku, Anton, lebih dulu ke luar. Lalu Ani berkata sambil berbisik: “Maksud kamu apa, diterusin di kamar?”

“Ya terusin yang tadi.”

“Kamu beneran gak apa-apa?”

“Gak apa-apa, Anton kan kakak kandungku”

“Iya sih, tapi artinya aku selingkuh dong...”

“Ngga… berselingkuh artinya berbuat tanpa sepengetahuan pasangannya. Sedangkan ini aku yang minta, lagian di depan aku sendiri.”

Khawatir Ani berubah pendirian dan menolak, aku berkata lagi, “Sekali lagi, ini aku yang minta dan kamu melakukannya bersama-sama aku, jadi kita tidak berbuat salah, apalagi dosa, kamu tidak berselingkuh.”

Di dalam kamar, aku mencium Ani di depan Anton dengan cukup lama sambil sesekali meremas buahdadanya. Kemudian Anton memeluk Ani dan berciuman. Sambil berciuman, Ani melirik kepadaku.

Inilah kuncinya! Setelah mereka berciuman, suasana berjalan lancar tanpa perlu diatur lagi… Tidak ada lagi ketegangan dan suasana yang kagok.

Karena Anton adalah kakak kandungku, jadi kami bertiga melakukan semuanya tanpa rasa jijik.

Setelah Ani mengulum batangku, dia mencium mulut Anton. Demikian pula setelah Ani mengulum kemaluan Anton, dia mencium mulutku. Saat Ani mengulum kemaluan Anton, dia selalu melirik kepadaku, sekan-akan untuk memastikan bahwa aku sedang melihatnya. Kadang setelah mengulum kemaluan Anton, lalu ganti mengulum kemaluanku. Ani terlihat hot sekali ketika kedua tangannya memegang batang aku dan Anton, membanding-bandingkan batang sang kakak beradik…

Demikian pula saat Anton menciumi v***na Ani, aku menciumi buah dadanya. Lalu gantian aku yang menjilati v***nanya dan Anton yang menciumi buah dada Ani. Aku tidak mempunyai rasa jijik bekas ludah Anton. Saat aku menciumi v***nanya, v***nanya sudah sangat basah. Belum pernah aku melihat v***na Ani sampai demikian basahnya…

Ani terus mendesah-desah dengan suara yang keras… Hingga akhirnya dia meminta, “Masukin…! Cepat masukin!”
Aku minta Anton lebih dulu yang menyetubuhi Ani.

Sejak dimasukin, mata Ani selalu melirik kepadaku.

Tidak terlalu lama, Anton orgasme…. Setelah itu aku yang menyetubuhi Ani. Aku tidak merasa jijik meskipun di v***na Ani masih ada sperma Anton.

Aku yang sudah sangat bernafsu mencapai orgasme dengan cepat. Aku sejak awal memang sudah tidak tahan melihat mereka berciuman dengan penuh nafsu. Aku tidak tahan melihat buah dada Ani diremas-remas dan diciumi Anton. Aku juga tidak tahan melihat Ani memegang batang Anton dan mengulumnya. Pemandangan ini sungguh dahsyat dan di luar fantasi terliarku selama ini.

Kejadian ini sungguh tidak direncanakan, semua terjadi begitu saja. Jika direncanakan, sudah pasti sejak check in di hotel kami sudah melakukannya, tidak perlu kami pergi makan malam seafood terlebih dahulu di pinggir pantai. Tetapi memang sudah jalannya begitu barangkali, jika tidak makan seafood di pinggir pantai dan kehujanan, tidak akan terjadi peristiwa ini.

Saat afterplay, kami tidur bertiga dalam satu ranjang dengan Ani di tengah. Anton berkata, “Menjelang usiaku yang ke-50, baru kali ini aku tahu enaknya diemut. Benar-benar enak emutan Ani... Sebelumnya aku pikir rasanya diemut itu yaaa… seperti yang Sovi lakukan, begitu-begitu saja… Kalau hari ini aku ngga diemut Ani, sampai mati aku tidak tahu enaknya diemut…”

Ani menyahut, “Sudah pernah merasakan ke luar di mulut belum?”

“Boro-boro ke luar di mulut, setiap kali ngemut cuma sebentar, itu pun aku harus minta-minta…”

Kami terus mengobrol, Anton yang lebih banyak cerita membandingkan Ani dan Sovi dalam soal seks. Tentu saja dengan keunggulan Ani.

Ani terus terang bicara bahwa, jika tadi dia sangat bernafsu, itu karena dilihat oleh aku. Jika misalnya hanya Ani dan Anton berdua saja, dia yakin tidak akan sampai bernafsu seperti tadi.

Mendengar penjelasan Ani, aku lalu mengusulkan, “Kalau begitu, supaya Sovi ikut hot juga, bagaimana jika besok di Singapore kita main berempat?”

“Aku sih pasti mau,” jawab Anton. “Tetapi Sovi mana mungkin mau. Dia pasti malu dan minder melihat badan Ani yang langsing.”

Sovi badannya memang gemuk meski tidak gemuk sekali.

Pada tengah malam, Ani mulai merangsang Anton. Dia melakukan ritual yang dulu sering dilakukan kepadaku tetapi sudah lama tidak dilakukan lagi.

Mula-mula Ani mencium mulut Anton, lalu turun menciumi dadanya sambil memberi beberapa cupangan, terus turun lagi ke perut, dan…. Ani mulai menjilati biji, kemudian menjilati batang kemaluan dan kepalanya, akhirnya memasukkan seluruh kemaluan Anton ke mulutnya. Selama Ani melakukan ini, dia beberapa kali melirik kepadaku…

Anton mulai bersuara, “Aduhhh…. Enakkk……”

Setelah agak lama, Anton bersuara lagi, “Sudah Ani… lepasin...”

Tetapi Ani tetap mengulum.

“Aduuhh… Lepasin….! Aku bisa gila kalau diginiin terus…” kata Anton lagi sambil berusaha menarik kepala Ani.

Tapi Ani terus mengulum…

“Sudah…! Sudah….! Lepasin...! Aku sudah mau keluar! Lepasin!”

Ani terus mengulum…

Akhirnya Anton berteriak, “Ahhhhhh…!!!”

Anton orgasme… dan aku lihat wajah Anton jadi aneh sekali… Belum pernah aku melihat wajah Anton seaneh seperti itu. Meski sudah orgasme, Ani terus mengulum dan setelah beberapa waktu, baru Ani melepaskan dan tersenyum…

Anton langsung berterima kasih seribu kepada Ani. “Seumur hidup, baru kali ini aku ngerasain ke luar di mulut dan spermaku ditelan. Kamu jika dibandingkan dengan Sovi seperti bumi dan langit. Dengan Sovi aku yang minta lebih lama diemut, tetapi dia tidak mau. Dengan kamu malah sebaliknya, aku minta dilepasin, tetapi kamu ngemut terus…”

Aku yang menyaksikan live show ini sungguh sangat tidak tahan! Aku merasa darahku mengalir sangat deras sekali, jantung berdebar sangat kencang… dan batangku sangat tegang dan keras seperti kayu! Aneh, melihat Ani melakukannya kepada Anton, malah nafsu aku jadi lebih tinggi daripada Ani melakukannya kepadaku…

Maka, saat tiba giliranku, tidak dibutuhkan waktu lama, hanya beberapa detik saja, aku mencapai orgasme. Inilah pertama kali dalam sejarah hidupku, mencapai orgasme yang demikian cepatnya, seakan aku mengalami ejakulasi dini.

Meskipun kami bertiga usianya semua sudah di atas 40 (Ani 44, aku 47, dan Anton 49), tapi kami masih bisa melakukannya dua kali lagi, yakni pukul 3 dan pukul 8 pagi, seakan-akan kami masih orang-orang muda. Semua gaya yang pernah kami lihat di film-film biru kami lakukan, tetapi ada satu yang tidak kami coba, yakni anal sex.

Kami bertiga sangat mudah terangsang karena faktor sensasi yang luar biasa. Kami melakukannya seakan-akan punya perasaan bahwa kejadian ini bisa menjadi yang pertama sekaligus yang terakhir kali.

Saat makan pagi di Hotel, Ani berkata, “Semua perempuan pasti mempunyai fantasi yang sama, yakni sekali dalam seumur hidupnya ingin diperlakukan sebagai pelacur, dan aku sudah mendapatkannya semalam.”

“Salah!” Anton menyahut dengan cepatnya, “Kamu semalam diperlakukan sebagai ratu! Sebagai dewi!”

Kalau dipikir-pikir, memang benar sih perkataan Anton. Setiap ronde, aku dan Anton hanya sekali mengalami orgasme, tetapi Ani sampai berkali-kali. Dalam setiap ronde, Ani dimanjakan oleh aku dan Anton dengan foreplay yang luar biasa.

Saat kami kemudian bertemu dengan Sovi di Singapore, percakapan kami berempat biasa-biasa saja, seakan-akan tidak ada peristiwa luar biasa yang baru terjadi sebelumnya.

Di airport Singapore, sambil menunggu keberangkatan pesawat, aku bertanya, hal apa yang paling menggairahkan dalam peristiwa di Batam?

Ani menjawab, “Saat kamu melihat aku sedang mengulum kemaluan Anton.”

Luar biasa sekali jawabannya, karena aku pun merasakan bagian itulah yang paling membuat aku panas! Bukan saat mereka bersetubuh.

Dalam kesendirian atau sebelum tidur, kadang aku termenung, mengapa aku membiarkan dan malah mendorong Ani berhubungan badan dengan Anton? Mestinya kan aku cemburu, tetapi mengapa aku jadi sangat bernafsu melihatnya? Memang benar Anton adalah kakak kandungku, tetapi dia kan tetap laki-laki lain. Apakah aku mengalami gangguan kejiwaan? Apakah aku perlu pergi ke psikiater?

Suatu hari, ketika aku sedang browsing internet, tanpa sengaja aku menemukan iklan pemijat pria yang menawarkan jasa pijat pasutri (pasangan suami isteri). Maksudnya adalah, pemijat pria melakukan pemijatan erotis kepada sang isteri, bahkan sampai oral sex dan berhubungan badan dengan disaksikan oleh sang suami.

Ahhh…. Ternyata aku tidak sendirian, aku bukan orang yang paling aneh sedunia! Ternyata aku mempunyai banyak ‘teman senasib’.

Seiring dengan bertambahnya usia dan semakin banyak membaca, aku semakin mengerti bahwa semua orang di dunia pasti mempunyai kelainan, hanya bentuknya saja yang berbeda-beda.

Kalau dipikir-pikir, Ani sebenarnya juga mempunyai kelainan, karena ia dulu suka telanjang di depan Papanya. Hal ini tidak mungkin terjadi di keluargaku atau di keluarga lainnya yang mempunyai anak perempuan.

Dalam sebuah kesempatan ketika sedang berhubungan badan dengan Ani, aku menceritakan soal iklan pijat pasutri., paling tidak mencobanya untuk meningkatkan gairah kami yang sudah mulai menurun. Karena jika harus dengan Anton lagi, waktunya susah, karena jarak yang jauh dan biaya yang mahal, selain itu, Sovi, isterinya, nempel terus.

Ani terlihat sedikit terkejut, setelah diam sejenak dia menjawab, “Hmmm… gimana ya, aku tidak mau jika dengan lelaki lain, apalagi yang tidak dikenal. Kalau pun tempo hari aku mau bertiga dengan Anton, itu karena Anton adalah kakak kandungmu. Jika Anton adalah orang lain, aku juga tidak mau.” Ani melanjutkan, “Jika dengan lelaki lain berarti aku tidak dapat berciuman, tidak dapat melakukan oral sex, dan tidak dapat berhubungan badan, jadi serba tanggung. Aku pikir pemijat pria itu cuma mau cari enak sendiri, sudah bisa lihat aku telanjang, bisa megang-megang… eh… pulangnya dikasih duit sama kamu!“

Ani berkata lagi, “Nanti saja, jika ada jalannya, kita lakukan bersama Anton lagi, tidak harus sekarang, tahun depan atau sepuluh tahun lagi juga tidak apa-apa. Jika tidak ada kesempatan lagi, maka biarkan peristiwa di Batam menjadi kenangan terindah dalam hidup kita.”

Ya memang betul, peristiwa di Batam adalah peristiwa terindah dalam kehidupan kami. Namun ada satu hal yang patut disesali: Peristiwa indah itu sayangnya tidak direkam dengan kamera dan video! Maklum peristiwa itu tidak ada direncanakan sama sekali, dan setelah mandi bertiga keburu heboh, jadi tidak sempat berpikir.

Sejak peristiwa di Batam, jika aku dan Anton saling telepon, maka ucapan pertamanya adalah, “Bertiga yuk… Hehehe”

Sekali waktu, aku bicara pada Ani bahwa nanti jika ada kesempatan main bertiga lagi, aku akan membawa peralatan camera yang lengkap dengan tripodnya untuk merekam semua kejadian. Aku sudah memilih hotel bintang lima jika nanti menginap di Jakarta, di Bandung, atau di Bali, supaya atmospherenya lebih romantis.

Namun Ani berkata: “Jangan direncanakan, kalau direncanakan biasanya tidak jadi…”

*** The end ***

(Adrian, 57 tahun, Jakarta)

3 komentar :