Kelainanku: Hobby Dipijat

Ani senang dipijat dan setiap kali dipijat selalu telanjang bulat. Kebiasaan ini mungkin turunan dari Mamanya yang secara rutin dipijat dan juga selalu bugil. Aku pernah sekali tanpa sengaja melihat Mamanya dipijat dalam keadaan bugil, tetapi dalam posisi tengkurap.

Di rumah kami, di Jakarta, Ani biasa dipijat oleh ibu-ibu tukang pijat. Setelah dipijat biasanya Ani berkata sambil tersenyum: “Eh, kata Ibu Elly (nama pemijatnya) buah dada aku bagus… Hehe…” Pada lain saat, ia berkata: “Kata Ibu Yani (nama pemijat yang lain) buah dada aku masih kencang…”

Suatu hari setelah Ibu Ina (nama pemijat lainnya) pulang, Ani berkata kepadaku: “Tahu ga tadi Ibu Ina bilang apa?”

“Bilang apa?” tanyaku.

“Dia bilang buah dadaku bagus, lebih bagus dari buah dada anak gadisnya!” kata Ani sambil tertawa.

“Memang buah dada kamu bagus… Aku sudah berkali-kali bilang seperti itu tetapi kamu tidak percaya. Nah sekarang beberapa sesama perempuan berkata yang sama, jadi mereka pasti jujur. Kalau biasa-biasa saja, mereka pasti akan diam saja, tidak berkomentar, daripada nanti disangka menyindir…”

“Ah, itu kan omongan standard semua pemijat... Mereka kalau mijitin m***k aku, jika sudah basah mereka pasti mengajukan pertanyaan yang sama: ‘Mau dimasukin jari ngga?’.”

“Oh ya? Va**na kamu bisa basah juga sama ibu-ibu? Kok kaya lesbian…?” tanyaku dengan heran.

“Ngga lah… kalau lesbian mah aku ingin melihat si ibunya juga buka baju, pengen megang-megang juga. Ini mah boro-boro…”

“Tapi va**na kamu kok bisa basah?”

“Kalau i**l aku dielus-elus terus dan dimainin terus, meski oleh sesama wanita, lama-lama ya basah juga atuh… Apalagi kalau rumah lagi sepi, kamu kerja, anak-anak pada sekolah, cuma aku sendiri di rumah.”

Meskipun Ani dipijat oleh sesama wanita, namun mendengar va**nanya basah karena dipijat, p***sku langsung ereksi! Apakah aku menderita kelainan?

Suatu hari, Sri, pembantu rumah tangga kami, ngerokin Ani yang masuk angin. Setelah dikerokin, seluruh tubuh Ani digosokin minyak telon. Pada saat buah dada Ani dibalurin minyak, Sri berkata, “Buah dada Ibu bagus….”

Ketika Ani menceritakan komentar Sri kepadaku, dia berkata sendiri: “Mungkin benar kali buah dada aku bagus, padahal aku sih merasa biasa saja…”

Dipijat di Depan Papa

Suatu hari, ketika kami sedang ke Cianjur, Mamanya memanggil tukang pijat langganannya untuk memijat Ani. Selama Ani dipijat, aku duduk bekerja dengan laptop di meja yang posisinya menyamping dari tempat tidur.

Seperti biasa, Ani dipijat telanjang bulat. Pada saat Ani sedang dipijat bagian depan, Papanya tiba-tiba masuk ke kamar. Aku lihat tukang pijatnya langsung sibuk dan heboh mengambil kain dan bantal untuk menutupi buah dada dan bulu kemaluan Ani.

Namun oleh Ani, kain dan bantal tersebut disingkirkan sehingga tubuhnya terlihat polos lagi. Darahku langsung berdesir dan p***sku langsung ereksi! Setelah enam tahun menikah, inilah pertama kalinya aku melihat Ani dilihat telanjang bulat di depan Papanya hingga bulu kemaluannya terlihat.

Papa tidak lama di dalam kamar, hanya menanyakan soal obat. Setelah Papa keluar kamar, si Ibu pemijat berkata sendiri: “Aduuuuhhh… rumah ini gayanya kaya orang barat. Bebass… Open….”

Aku lalu termenung lagi sendiri: Mengapa setiap kali isteriku dilihat telanjang oleh Papanya, aku jadi bernafsu? Namun hal ini tidak aku bicarakan dengan isteriku. Dia pasti berpikir aku kurang waras karena pria lain itu adalah Papa kandungnya sendiri. Mengapa aku mempunyai kelainan seperti ini…?

Dipijat oleh Fisioterapis di RS

Suatu hari, Ani jatuh dari sepeda saat pergi ke pasar dan kaki kirinya memar. Semula diduga memar biasa saja, tapi sakitnya tidak kunjung hilang, sehingga ia merasa paha kirinya makin lama makin mengecil karena jika bersepeda atau melakukan kegiatan lainnya, bebannya selalu ditumpu ke kaki kanan.

Jadi, kami pergi ke dokter tulang di RS di Jakarta Pusat. Dokter menyarankan ke fisioterapi dan membuat surat pengantarnya.

Hari berikutnya saya mengantar Ani ke fisioterapi. Dalam perjalanan pulang, Ani bercerita begini kepadaku di dalam mobil: “Tadi fisioterapisnya cowok, ia meminta aku membuka celana panjang untuk memeriksa kaki aku, Kemudian ia meminta aku membuka baju dan beha dan tidur tengkurap, lalu ia pergi ke luar supaya ia tidak melihat aku membuka baju. Menurut keterangannya, sakit di paha kiri aku berhubungan dengan syaraf di bagian punggung. Jadi aku tengkurap dengan memakai celana dalam saja.

Beberapa saat kemudian, terapisnya masuk lagi dan memasang alat kejut atau getaran dengan alat listrik arus lemah, dan disinar dengan radiasi lampu hangat, masing-masing limabelas menit. Setelah itu, ia mulai memijat kaki dan punggung. Pijatannya enak…. Namun, habis itu ia minta aku duduk di kursi untuk dipijat bagian pundak. Untuk beberapa saat aku diam saja tetap tengkurap karena bingung. Bingung, karena jika aku duduk, pasti buah dadaku akan terlihat. Sepertinya terapisnya tahu aku ragu-ragu, jadi dia berkata: ‘Kalau ibu merasa malu, di dekat ibu ada bantal kecil yang bisa dipakai untuk menutupi dada ibu.’

Setelah beberapa detik terdiam, aku bangkit dan duduk dan tidak memakai bantal kecil yang dia tawarkan. Aku pikir, masa bodohlah dilihat juga, toh aku lagi berobat.”

Aku yang sejak awal tegang mendengar ceritanya, dengan antusias bertanya, “Terus, buah dada kamu ikut dipijat juga ga?”

“Hah? Ya ngga lah… Kalau dia berani memegang buah dada aku, bisa-bisa aku tampar dia!” jawab Ani.

Yah… aku yang sejak awal tegang mendengar ceritanya, jadi lemas mendengar jawabannya…

Aneh sekali, mengapa aku justru pengen pengen buah dada isteriku dipijat oleh terapis lelaki? Mengapa aku mempunyai kelainan seperti ini?

Masih menyimpan harapan, aku bertanya lagi, “Jadi kapan harus balik lagi?”

“Katanya tidak usah balik lagi, aku diajarkan cara-cara latihan untuk dipraktekkan sendiri di rumah,” jawab Ani.

Yahhh… aku jadi lemas dua kali mendengar jawaban ini…. (Adrian, 57 tahun, Jakarta)