Rabu, 17 Desember 2014

Quicky Di Kamar Mandi

Bulan-bulan belakangan ini aku hidup dalam buaian kebahagiaan bersama Mas Harso (bukan nama sebenarnya). Betapa tidak. Kami adalah pasangan pengantin baru yang sedang panas-panasnya mereguk kenikmatan hidup sebagai suami istri. Bisa dikatakan, tiada hari tanpa goyang ranjang. Apalagi Mas Harso termasuk suami perkasa yang membuatku kelimpungan bermandikan peluh orgasme yang memabukkan.

Suatu ketika, aku dan Mas Harso berlibur ke Aceh untuk berkumpul dengan beberapa kerabat yang lain. Oleh karena tempatnya terbatas, mau tak mau kami tidur barengan, yang perempuan ngumpul sama perempuan, yang laki-laki sama laki-laki.

Hari pertama dan kedua kami nikmati betul kebersamaan bersama kerabat yang memang lama tak berjumpa. Menginjak hari ketiga, kebutuhan biologis mulai menggelitikku. Tapi dengan keadaan yang tak memungkinkan seperti itu aku berusaha meredam libidoku. Ternyata Mas Harso juga merasakan hal yang sama dan ia tak mampu membendungnya. Saat kami berdua, Mas Harso mulai “gatal” mencolek-colekku.

“Aku sudah kepingin banget, sayang”, bisiknya padaku. Tentu saja aku menolak karena tidak mungkin kami melakukannya, walaupun dalam hati aku juga sangat ingin. Saking kepinginnya, Mas Harso mengajakku mencari hotel sekedar untuk menyalurkan birahinya yang sudah sampai di ubun-ubun.

“Mana ada hotel di kampung ini, Mas”, ujarku setengah berbisik menepis harapannya. Wajahnya langsung memelas.

Hari keempat kulihat Mas Harso seperti kehilangan gairah berkumpul dengan kerabatnya. Aku bisa menduga, pasti karena hasratnya untuk berhubungan intim terkendala keadaan, sementara hasrat itu sudah meronta-ronta ingin disalurkan. Aku merasa kasihan padanya, tapi harus bagaimana lagi. Ia terus saja memberi kode-kode padaku yang intinya minta dilayani.

Akhirnya aku dapat ide. Saat malam hari semua sudah pada tidur, kuberi isyarat Mas Harso untuk mengikutiku ke kamar mandi. Maksudnya sih, daripada tidak sama sekali, yah paling tidak tersalurkan hasrat birahinya. Pertama aku masuk duluan, baru kemudian Mas Harso menyusul.

Begitu pintu kamar mandi ditutup, Mas Harso langsung menghujaniku dengan pagutan bibirnya di bibir, leher dan dadaku. Dengus nafasnya yang memburu menandakan ia sudah sangat bernafsu sekali. Aku pun mengimbangi serangannya dengan tak kalah nafsunya. Rencana yang tadinya hanya sekedar quicky, bercinta kilat dalam keadaan darurat, tanpa terasa berlanjut hingga kami melucuti pakaian masing-masing sampai telanjang bulat.

Sambil jongkok kulumat habis “senjata” Mas Harso yang tegak berdiri. Sementara itu Mas Harso membuka kran agar suara gemercik air bisa menyamarkan desah nafas kami.

Setelah puas melakukan oral pada Mas Harso, ganti aku yang bersandar di tepi bak mandi sambil mengangkang hingga Mas Harso bisa memainkan lidahnya di “milikku”. Kami sama-sama terbakar dalam panasnya birahi yang tertunda penyalurannya. Kalau di rumah bisa sehari 3 kali kami melakukannya. Tak heran jika 4 hari “puasa” membuat aku dan Mas Harso jadi sangat “buas”.

Letupan nafsu yang meledak-ledak dituntaskan Mas Harso dengan menghunjamkan “miliknya” padaku sambil aku bersandar di dinding di samping bak mandi. Kuangkat satu kakiku dan disangga dengan tangan Mas Harso, sehingga ia menggoyangku sesuka hatinya. Sambil merasakan nikmatnya hunjaman Mas Harso sesekali aku main-mainkan air di bak mandi dengan gayung agar jika ada orang yang mau ke kamar mandi tak curiga. Aku berhenti memainkan gayung saat orgasme menyergahku. Sensasional sekali rasanya, bercinta dalam keadaan kepepet seperti itu. Kukatupkan rapat-rapat bibirku untuk menahan suara kenikmatanku.

Mas Harso yang memang suami tangguh di ranjang tak kunjung ejakulasi. Ia kemudian menyuruhku membungkuk, tapi dengan posisi berdiri dan tanganku bertumpu di tepi bak mandi. Dalam posisi ini aku masih menyempatkan diri untuk menyamarkan suara erangan dan desah kami dengan kecipak air di bak mandi. Lagi-lagi aku mencapai klimaks, sementara “senjata” Mas Harso masih tegak berdiri. Aku sudah lemas, tapi aku masih punya kewajiban untuk membuat Mas Harso puas.

Posisi berikutnya, Mas Harso duduk di kloset dan aku duduk di pangkuannya. Meski sudah lemas, tapi karena nikmat yang kembali terasa saat “milik” Mas Harso menusuk-nusuk “milikku” membuatku bernafsu dengan menggoyang-goyang pantatku naik turun. Dengan cara ini aku bisa menentukan gerakan yang paling memberikan nikmat.

Tak lama kemudian Mas Harso mengerang lirih, sementara kedua tangannya meremas buah dadaku dengan gemas. Cairan hangatnya membanjiri relung “milikku”, bercampur dengan cairan orgasmeku. Kami mencapai klimaks bersama-sama.

“Oohh, leganya …”, desah Mas Harso sambil mengelus-elus dan kemudian mengecup putting payudaraku.

Setelah aku dan Mas Harso kembali berpakaian, aku keluar dulu dari kamar mandi, kemudian Mas Harso menyusul. Aku yang sudah dapat orgasme 3 kali langsung tidur nyenyak.

Sejak itu, aku dan Mas Harso melakukan modus yang sama jika ingin berhubungan intim. Memang tidak setiap hari, tapi paling tidak selama 2 minggu di sana kami masih bisa menyalurkan libido kami dengan lancar. Jadi, jika aku mendengar Mas Harso batuk-batuk kemudian ngacir ke kamar mandi, itu pertanda ia minta jatah. Aku sudah maklum dengan kodenya. Aku pun diam-diam menyusulnya dan kami pun mereguk kenikmatan bersama-sama di dalam kamar mandi.

Mungkin saja dalam kurun waktu 2 minggu itu ada kerabat kami yang tahu “akal bulus” kami dengan berlama-lama di dalam kamar mandi, tapi pasti mereka memaklumi karena tahu kalau kami adalah pengantin baru. [Ratu (nama samaran), 23 Tahun, Perempuan, Jogja]

1 komentar :